oleh: nino (unpublished)
Orang sunda kasepuhan terkenal dengan kearifannya dalam mengelola sumberdaya alam. Prinsip pengelolaan, "gunung kayuan, lamping awian, lebak sawahan, datar imahan dan legok balongan" begitu lekat dalam kehidupan mereka.
Prinsip kehidupan lainnya yang mencerminkan kearifan adalah bagaimana kerjasama yang terbina antara umat manusianya, dalam lingkup yang terkecil juga terlihat dalam kehidupan berkeluarga. Seorang pria yang menjadi kepala keluarga akan memerlukan pendamping wanita yang juga kuat dalam menata rumah tangganya, juga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Fungsi kepala keluarga sebagai direktur sebuah perusahaan akan sangat diimbangi oleh peran seorang manager yang gigih yang didapat dari pendampingnya.
Contoh yang paling nyata dari kerjasama yang terbina dapat terlihat dalam pengelolaan sawah dan huma. Seperti diketahui bahwa lambang kemakmuran diibaratkan dengan perumpaan seorang perempuan. Nyai Sri dipercaya sebagai lambang kemakmuran, pilosofi mipit kudu amit, ngala kudu menta, sing kacukcruk walunganana sing kapapay wahanganana, nete taraje nincak hambalan di maknai dengan hati agar hasil panen yang didapat akan berlimpah. Jelas disini posisi perempuan yang begitu tinggi dimata orang sunda. Mereka percaya bila menyengsarakan perempuan, maka hidupnya akan penuh dengan kesengsaraan pula dan akan ditimpa kabendon.
Posisi dalam pemerintahan adat cibedug ada pengaturan fungsi laki-laki dan perempuan, adapun penunjukkan barisan kolot kasepuhan diatur berdasarkan mufakat bersama seluruh warga kasepuhan. Posisi Indung Beurang yang bertugas mengurus orang yang akan melahirkan dan setelah melahirkan, Ngala daun, dan urusan dapur akan diatur oleh perempuan untuk melihat logistik macam apa saja yang dibutuhan dan seberapa besar kebutuhannya
Dalam tahapan proses pengelolaan sawah, peran lelaki terlihat dalam hal perencanaan dan pekerjaan besar seperti, mencangkul, membajak dan membuat persemaian, sementara dalam tahap, tandur, ngaberak, ngoyos, babad galeng, mipit, dibuat, ngalantay sampai ngaleuit Untuk pekerjaan ngunjal, dipercayakan dikerjakan oleh laki-laki dilakukan bersama-sama dengan perempuan.
Sambil menunggu panen, sebagian waktu dipakai untuk ngahuma, atau ngala suluh, pada tahapan ngahuma, perempuan memainkan andilnya dalam melakukan pekerjaan nyacar, ngaduruk, ngerukan, ngored, ngaberak, ngarambas dan nyami.
Untuk menikmati hasil pertanian dan huma, perempuan diberi tempat pertama untuk mulai memanfaatkan/mencicipi hasil panen, atau biasa juga disebut nganyaran. Nyacaran dilakukan dengan tujuan, bahwa yang diberi hak sepenuhnya untuk mengatur urusan dapur adalah perempuan.
Wednesday, March 12, 2008
Cara Orang Sunda Menghargai Perempuan (Versi Indonesia)
Posted by South2South Film Community at 9:14 AM
Labels: traditional wisdom
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment